Siang itu,
13 Maret 2013, atmosfer Auditorium Kahar Mudzakkir, Universitas Islam Indonesia
penuh sesak. Sekitar 600-an lebih anak manusia sudah duduk rapi di bangku yang
telah disediakan panitia. Saya dan teman-teman yang memang sudah datang dari
jam 10 pagi, setelah salat dzuhur sengaja mencari tempat terdepan. Dengan
membawa kotak snack dan tas hitam, saya memilih deretan bangku nomor 3, di
belakang persis bangku tamu kehormatan. Semua orang yang ada di situ sedang
sama-sama menunggu. Menuggu seseorang yang tidak lama lagi akan menjadi pembicara di acara
tersebut.
Acara
tersebut adalah salah satu serangkaian acara milad UII yang ke-70, bertajuk Presidential
Series Lectures. Setiap seminggu sekali dalam satu bulan yang akan datang,
secara berturut-turut, UII mendatangkan pembicara ahli dari berbagai bidangnya
masing-masing dan tentu dengan tema yang berbeda-beda. Pembicaranya menurut
saya tidak main-main. Selain pembicara pada minggu pertama ini, minggu-minggu
berikutnya secara bergilir akan diisi oleh Zulkifli Hasan (Menteri Kehutanan RI),
Anis Baswedan (Rektor Universitas Paramadina) dan Amien Rais (Mantan Ketua MPR
& Tokoh Reformasi).
Pembicara
pada minggu pertama ini, tidak berlebihan jika saya sebut sebagai The Next
Habibie. Nama Habibie atau lengkapnya Baharuddin Jusuf Habibie mungkin
sudah sangat akrab di telinga kita. Selain karena dia adalah seorang ilmuwan
hebat dan pemilik berbagai macam hak paten, juga karena ia pernah menjabat
sebagai Menteri di salah satu kementerian dan presiden Indonesia. Tapi untuk
orang yang satu ini, agaknya masih banyak yang belum mengenalnya. Sebagian
bahkan mungkin masih sangat asing dengan namanya. Padahal sesungguhnya ia tak
jauh berbeda kehebatannya dengan Habibie. Dia bukan profesor. Bukan tidak bisa,
tapi tidak mau. Beberapa referensi yang saya baca menyebutkan bahwa ia tiga
kali ditawari gelar kehormatan sebagai profesor, tapi ia tidak mau. Gelarnya
sama dengan Habibie (DR. Eng/Doctor Engineering), hanya bedanya mungkin ia
belum pernah menjabat sebagai orang nomor wahid di negara Indonesia. Dia adalah
Warsito Purwo Taruno. Seorang anak desa kelahiran Karang Anyar Solo yang salah
satu hak patennya digunakan oleh NASA, badan antariksa dunia yang bermarkas di Amerika.
Luar biasa!