PK IMM PUTM PUTRA

Kamis, 16 Februari 2012

Masjid vs Diskotik dan Pengajian vs Konser

Masjid vs Diskotik dan Pengajian vs Konser

Oleh: Fahmi Firmansyah

Indonesia adalah negara terbesar didunia jika dipandang dari segi populasi penduduk muslim didunia ini. Agama islam yang dibawa dan disebarkan oleh pedagang-pedagang arab atau gujarat d ujung paling barat pulau sumatera sana, ternyata dapat diterima oleh masyarakat indonesia sehingga saat ini populasi penduduk musim di indonesia kurang lebih mencapai 88%, walaupun menurun dari pada beberapa dekade terakhir. Masjid masjid banyak dibangun dan bertebaran d seluruh penjuru nusantara kita ini, baik diperkotaan maupun di pelosok pelosok desa terpencil sana, banyak pula kegiatan kegiatan keislaman yang bertebaran demi menegakkan kalimat Allah, tetapi masih ada pertanyaan-pertanyaan yang mengganjal di hati penulis, kenapa masjid masjid yang berdiri kokoh sebagai tempat ibadah orang-orang islam kebanyakan kosong, sedangkan tempat tempat hiburan seperti diskotik banyak dijamah oleh orang-orang, mayoritas pemuda-pemuda yang “mengaku” beragama islam, padahal kita mengetahui bersama bahwa para pemuda adalah pelangsung tonggak perjuangan masa depan bangsa atau agama islam sekalipun, kenapa ketika ada pengajian pengajian, terkadang kita dapati banyak pengajian yang sepi, bahkan para panitia mencari kesana kemari agar jumlah pengunjung pengajian bisa mencapai kuota maksimal, berbeda halnya dengan konser-konser musik yang biasa kita saksikan pada berbagai media, baik elektronik maupun cetak, betapa “membludaknya” jumlah penonton konser di bandingkan dengan orang-orang yang berangkat ke pengajian yang biasanya didominasi oleh orang orang uzur. Permasalahan permasalahan inilah yang akan penulis coba kupas dalam tulisan singkat ini.

Pada zaman globalisasi ini, segala segi dalam kehidupan ini mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik teknologi, ekonomi maupun budaya-budaya barat yang telah merasuk ke tubuh masyarakat indonesia ini, bahkan “pemikiran” barat pun telah diterima tanpa dicerna dengan matang-matang, sehingga dapat merusak kaum muda kita dan susah berkembang, sehingga lama kelamaan apabila dibiarkan akan menggerogoti jantung bangsa ini. Budaya atau pemikiran barat yang berkiblat pada kapitalisme, hedonisme dan berkembang tanpa adanya batasan tersebut sedikit demi sedikit akan merusak anak-anak bangsa. Salah satu contoh adalah berdirinya diskotik diskotik diberbagai kota-kota besar di indonesia ini, yang mungkin dimadsudkan untuk menyaingi masjid dan dijadikan tempat untuk bersenang-senang, menghamburkan uang, bahkan melakukan kemaksiatan, na’udzubillahi min dzalik. Mungkin itulah salah satu cara yang dilakukan oleh kapitalis kapitalis untuk merusak anak bangsa ibu pertiwi ini. Masalah ini mungkin bisa menjadi “pekerjaan rumah” bagi aktifis aktifis dakwah diseluruh penjuru negeri ini. Mengapa hal seperti itu bisa terjadi?? Adakah yang salah dengan metode dakwah kita?? Ataukah para muballigh nya yang salah, setengah hati kah berdakwah?? Inilah yang masih selalu penulis fikirkan sampai saat ini dan mungkin membuat penulis memutar otak untuk menemukan solusi awal dari permasalahan ini.

Sebenarnya tidak pantas bagi penulis menyalah-nyalahkan siapa pun dan apapun, tetapi yang perlu kita perhatikan disini ialah bagaimana kita bisa membumikan ajaran-ajaran Al Quran, tidak sekedar berkoar koar mensiarkan islam, setelah itu selesai begitu saja, tanpa ada aplikasi dalam kehidupan kita. Mungkin inilah yang perlu diperhatikan oleh seorang da’i, tidak hanya menyampaikan isi kandungan Al Quran tetapi kita sebagai da’i harus berusaha menjalankan apa yang telah kita sampaikan, memberi teladan kepada peserta dakwah dan lain sebagainya. Seorang da’i juga harus berfikir kreatif, inofatif dalam menjalankan metode dakwah, sehingga islam bisa dipandang sebagai agama islam menurut KH. AR. Fakhruddin, yaitu islam yang gagah, elegan, tampil dengan kekinian, dan berkemajuan. Salah satu sikap kreatif dan inovati seorang da’i ialah dengan membuat suatu bentuk acara yang memang sesuai dengan kekinian, tetapi bernuansa islami dan menarik, sehingga kita bisa menarik anak anak muda lain untuk tidak pergi ke diskotik, atau seorang da’i bergotong royong merenovasi masjid dan menghias masjid sedemikian rupa, seperti menampilkan atau membangun citra surga mini pada setiap gedung-gedung yang dimilikinya, seperti membuat taman yang berisikan air mancur yang dihuni ikan-ikan, bangku-bangku, tumbuhan-tumbuhan hijau dan lain sebagainya serta kebersihan yang selalu terjaga disekitar masjid. Hal-hal tersebut pernah dilakukan pada zaman dinasti bani umayyah dan abbasiyah dan dalam sejarah umat islam pula, orang-orang islam pernah membuat taman-taman seperti itu, seperti taman Raja Taifa di spanyol, taman sekitar Taj Mahal, Taman di Fez dan Marakesh di maroko, dan lain sebagainya. Mungkin dengan salah satu langkah tersebut bisa membangkitkan anak anak muda untuk lebih suka pergi ke masjid, menjalankan solat lima waktu di masjid, bahkan bisa mendominasi dalam jumlah jamaah yang tiap hari datang ke masjid, tidak hanya orang-orang sepuh saja, yang ikhlas beramal di sisa sisa usia mereka.

Begitu pula dengan pengembangan pengajian, kita harus lebih inovatif dalam menyelenggarakan pengajian, agar anak-anak muda terutama tidak lebih memilih nonton konser daripada ikut pengajian. Kita bisa mengambil salah satu contoh dengan perayaan malam tahun baru di alun-alun utara jogjakarta. Tiap malam tahun baru pasti diadakan konser musik dengan bintang tamu artis artis ibu kota, di lain tempat yang hanya berjarak beberapa meter saja dari alun-alun utara, tepatnya di Masjid Gedhe Yogyakarta secara rutin pula diadakan pengajian malam tahun baru, yang biasanya di isi oleh bapak amin rais. Sungguh perbedaan yang mencolok sekali, di tengah alun-alun banyak orang yang berjoget ria, ada yang mabuk-mabukan, bersentuhan lawan jenis, sedangkan di lain tempat diadakan pengajian peringatan tahun baru guna muhasabah diri. Inilah tantangan dakwah bagi kita, yang “mengaku” sebagai aktifis dakwah untuk selalu membuat inovasi pada metode dakwah di zaman yang memiliki permasalahan yang semakin kompek ini. Inovasi dakwah dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya yang penulis nyatakan, bisa juga metode dakwah kita arahkan dari segi kesenian, ekonomi dan lain sebagainya.

Sebgai penutup, marilah kita selalu tingkatkan ghirah kkita untuk berdakwah dan menemukan inovasi inovasi dakwah guna perkembangan syi’ar agama islam kedepannya. Wallahu a’lam bish shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar